Dia seorang putri. Terkukung sepi darimu. Terpasung sedih hadirmu. Terpatri senyum simpul untukmu. Terpancar tatap sendu mencandu. Terucap doa dan teruntai harap bersamamu. Tercipta senyum indah kala bahagiamu. Tergelak cantik menghiburmu. Teman dalam bayang semu. Dia adalah kamu. Dirimu satu. Kini tatap dirinya, dalam dirimu pada pantulan cermin itu. Bagaimana tampakmu? :)
Jumat, 11 April 2014
Kamis, 10 April 2014
Tik Tok; Sebuah Cerita Kita
Hanya sekedar ingin berbagi keindahan yang kulihat beberapa hari yang lalu. Sebelumnya aku pernah meminta izin untuk ikut pergi mendaki Gunung Dempo ini. Meskipun aku sudah sampai menangis-nangis kepada orang tuaku, mereka tetap tidak mengizinkan aku. Lalu sekitar dua minggu yang lalu, sahabatku akan melakukan survey penelitiannya ke Gunung Dempo ini. Dia menawarkan dan meminta bantuanku untuk menjadi salah seorang yang menemaninya mengunjungi ketinggian itu. Apa kalian ingat bagaimana ceritaku tentang seorang gadis biasa yang memendam impian untuk bisa mengunjungi tempat-tempat tinggi yang magis nan indah itu? Ya, akhirnya ia bisa mewujudkannya, meskipun tidak sampai ke puncaknya. Pada Jumat, 4 April beberapa hari yang lalu akhirnya aku diizinkan orang tuaku untuk pergi bersama ketujuh temanku yang lainnya untuk memiliki salah satu pengalaman hidup yang selama ini kuimpikan. Kami berangkat dengan bus sore dan tiba di Pagaralam pada malam harinya pukul 01.45 wib esok harinya.
Aku akhirnya pergi menapaki ketinggian itu bersama beberapa teman sekelasku; ayuk Ayu, mamas Tuwuh, ceceu Dwi, bang Zamal, Kiki, Kuplek, dan Dedek. Saat menunggu jemputan bus Telaga Biru di depan kampusku, aku merasa bahagia sekaligus cemas. Kurasa itu wajar saja, mengingat tempat yang akan kami datangi adalah tempat yang cukup jauh dari keramaian dan hiruk pikuk kota, dan jauh dari orang tua. Terlebih lagi, itu adalah salah satu perjalanan impianku yang akan segera terwujud. Benar saja, saat tiba di Kota Pagaralam, kami tak henti-hentinya memuji dan mengagungkan kebesaran Allah akan ciptaannya. Sungguh, aku lebih mencintai keindahan dari ketinggian Gunung Dempo yang daerah kami miliki dibandingkan dengan Puncak Pass yang pernah kami datangi dulu. Aku merasa lebih takjub dengan keindahan liuk-liuk jajaran kebun teh dan gumpalan awan ataupun kabut sejauh mata memandang. Kami menumpang truk pengangkut pekerja pemetik teh untuk mencapai kampung 4. Dari sana setelah beristirahat dan mendatangi rumah ketua RT, kami lalu mendaki sampai ke Pintu Rimba. Aku sudah sangat merasa puas walau hanya sampai di situ tujuan kami. Kami berjalan pulang keesokan harinya setelah berkemah satu malam di resort kampung 4 di ketinggian 1575 mdpl, dan diguyur hujan sepanjang sore hingga keesokan paginya. Kami putuskan berjalan turun dengan melewati kebun-kebun teh hingga akhirnya kami takjub dengan jarak perjalanan yang telah mampu kami tempuh. Ada beberapa foto yang ingin kubagi dengan kalian dari awal perjalanan hingga perjalanan pulang. Beberapa juga adalah gambar lumut yang menjadi pencarian utama kami kesana. Beberapa adalah hasil ketakjuban ku dengan keindahan alam dan bunga-bunga yang ada. Beberapa adalah kami yang menikmati betapa indahnya tempat yang kami kunjungi itu. Meski sesungguhnya keindahan yang dilihat secara langsung lebih memuaskan hati. Berharap nanti bisa menikmatinya lagi. :)
Sebelum berangkat.
Keesokan harinya, suasana pagi itu.
Negeri di atas awan.
Bukit barisan di kejauhan.
Say hi guys!
Salah satu hasil fotoku yang disukai orang.
Ini juga lumut.
Setelah bersusah payah ingin ke Pintu Rimba.
Entah jenis lumut apa, tapi bulir air sisa embun pagi itu mempercantiknya.
Salah satu hasil fotoku yang kusuka.
Kiki, ceceu Dwi, aku, dan ayuk Ayu.
Berkemah bersama teman dari sebuah universitas swasta di kota kami.
Persiapan kembali ke kampung 4.
Ayu dan bunga balerina. Bunga yang pernah menjadi gambar profil pertama kali blog ini. :)
Say goodbye to this beautiful place.
Perjalanan menuruni perkebunan teh.
Mamas Tuwuh yang lagi istirahat.
Bunga yang ada di sekitar area vila.
Rabu, 09 April 2014
Asal
Aku suka kata-kata. Aku suka berkata-kata. Aku suka berbincang-bincang. Mungkin aku terlalu suka berbicara.
Aku suka berbicara kepada banyak orang. Rasanya aku ingin bercerita apapun kepada banyak orang.
Tapi tak semua orang suka. Atau tak semua orang mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Atau tak semua orang mengerti.
Jadi sesaat kemudian aku ingin tidak bicara apapun kepada siapa saja.
Aku kemudian sibuk dengan pikiranku. Pikiran yang sering melantur dan membuatku sibuk sendiri.
Seringnya aku tenggelam dalam pikiranku sendiri.
Atau parahnya, aku akan bercerita pada putri dalam cerminku.
Apa itu aneh? Yah, terserah saja.
Jadi seringnya juga kutuliskan disini kecamuk otakku.
Aduh, apalah ini?!
Harap dimaklumi.
Hanya sedang tak bersemangat berteman dengan tulisan-tulisan penentu kelulusanku itu.
Aduh, aku sedang tak ingin mengarang kata, bercerita apa-apa.
Abaikan saja.
Aku suka berbicara kepada banyak orang. Rasanya aku ingin bercerita apapun kepada banyak orang.
Tapi tak semua orang suka. Atau tak semua orang mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Atau tak semua orang mengerti.
Jadi sesaat kemudian aku ingin tidak bicara apapun kepada siapa saja.
Aku kemudian sibuk dengan pikiranku. Pikiran yang sering melantur dan membuatku sibuk sendiri.
Seringnya aku tenggelam dalam pikiranku sendiri.
Atau parahnya, aku akan bercerita pada putri dalam cerminku.
Apa itu aneh? Yah, terserah saja.
Jadi seringnya juga kutuliskan disini kecamuk otakku.
Aduh, apalah ini?!
Harap dimaklumi.
Hanya sedang tak bersemangat berteman dengan tulisan-tulisan penentu kelulusanku itu.
Aduh, aku sedang tak ingin mengarang kata, bercerita apa-apa.
Abaikan saja.
Langganan:
Postingan (Atom)