Rabu, 31 Juli 2013

Satu Hari dalam Satu Purnama

Maka janji apakah yang paling kau harapkan dari sesama mahluk-Nya saat ini?
Jika janji itu pasti, maka kau tak perlu menanti-nanti dengan keluh kesah hati.
Cukup nantikan saja.
Ia akan menepati janji itu.
Namun jika kau sudah tahu bahwa janji itu sudah pasti tak akan lagi bisa diwujudkan, akankah kau masih terus menunggu datangnya janji baik itu?
Akankah kau masih berharap pada janji itu?
Akankah kau masih mengingat setiap detil janji itu?
Maka, ingatlah saja.
Namun jangan lagi kau banyak berharap.
Tiada yang bisa diharap dari janji sesama mahluk-Nya.
Tiada yang bisa diharap lagi dari janji "...akan menemuimu satu kali di setiap bulan..."
Tiada yang mampu mengubah skenario yang ada.
Maka, jangan berharap lagi pada bayang janji yang pernah ada...
Jangan berharap lagi.
Lepaskanlah ikatan janji-janji itu.
Lepaskanlah...


Mimpi, adalah harapan yang hampir pupus

Karena mimpi adalah kepingan-kepingan harapan-harapan yang tidak terjadi dengan semaunya saja di kehidupan nyatanya.. dan harapan-harapan itu tetap terus "ada" memenuhi pikiran bahkan saat manusia terlelap hingga bangun di paginya..

Selasa, 30 Juli 2013

Pemilik Kenangan, Pembuat Bayangan

Apakah dengan pergi ke suatu tempat baru yang jauh, jauh dari semua yang pernah ada dalam perjalanan kehidupan, akan menghilangkan semua kenangan yang pernah ada?
Tidak. Aku rasa tidak.
Jika memang bisa begitu, maka aku ingin.
Sayangnya, aku yakin, hal seperti itu hanya akan menambah memori tentang kenangan-kenangan lainnya lagi.
Kenangan-kenangan yang ditinggalkan sebelum pergi sejauh-jauh tempat tadi...
Tempat berlari dan bersembunyi tadi...
Lalu waktu akan menghapusnya, menghapus janji-janji lalu itu...
Menghapus bayangan-bayangan sedih itu...
Menghapus pemilik kenangan-kenangan itu...


Mungkin Tertinggal Selamanya

Duhai urusan perasaan. Ketika seseorang berhenti menangis karenanya, maka beberapa saat kemudian, tentu saja airmatanya akan kering di pipi, isaknya akan hilang disenyap, seperti tidak ada lagi sisa tangisnya di wajah. Tetapi tangisan itu tetap tertinggal di hati. Kesedihan, rasa sakit, kesendirian, beban yang membekas. 

Boleh jadi sebentar, boleh jadi selamanya.

--Tere Liye

Sabtu, 27 Juli 2013

3:173

Hasbunallah wa ni'mal wakiyl. "Allah is Sufficient for us"
Quran. 3:173
*Dibawah Lindungan Ka'bah*




Dbawah Lindungan Ka'bah adalah sebuah roman karya Buya Hamka yang terbit tahun 1939. Saat SMP dulu saya selalu melihat novel ini ada di deretan novel-novel atau roman-roman Indonesia angkatan Pujangga Baru.
Ya, dulu saat masih SMP sampai SMA saya masih hapal betul perkembangan angkatan karya sastra di Indonesia, tahun-tahun romannya, judul-judulnya, siapa-siapa saja pengarangnya, bahkan sinopsis, penggalan-penggalan cerita dalam roman-roman itu saya tidak tertukar kepemilikannya. Namun kini, jangan ditanya, saya lupa,  sebagian besanya, terutama hal-hal pentingnya juga.. =)
Maka sekarang, setelah roman ini diangkat ke dalam layar lebar, saya kembali berniat untuk membacanya segera sebelum saya berusaha mencari filmnya, seperti yang selama ini selalu saya lakukan jika roman-roman atau novel-novelnya pengarang hebat di Indonesia maupun pengarang asing kemudian di filmkan.

Link: Perkembangan Karya Sastra Indonesia

Ini adalah beberapa link yang isinya cukup lengkap untuk menjelaskan betapa panjangnya perjalanan karya sastra di Indonesia. Ya, saya adalah salah satu diantara tujuh milyar orang penduduk dunia ini yang sejak kecil sangat menggemari membaca cerita. Namun saya mulia sungguh tertarik untuk memilih membaca roman-roman atau novel jaman lama karya sastra pujangga-pujangga Indonesia sejak SMP.

http://ilmuwanmuda.wordpress.com/perkembangan-berbagai-bentuk-sastra-indonesia/

http://www.plengdut.com/2012/10/perkembangan-karya-sastra-zaman.html

http://carapedia.com/periodisasi_sastra_indonesia_info4193.html

Namun Sampai Akhir Masa Mungkin Memang Begini Adanya...

"Di muka bumi ini, setiap ada pertemuan, pasti ada perpisahan. Jika ada harapan maka juga menempel kekecewaan. Dan kalau terdapat kasih sayang, pun akan ikut kebencian."

Kalimat2 ini seharusnya yang pertama kali dipelajari oleh setiap orang yang akan, sedang, telah, atau berhenti jatuh cinta. Agar paham cinta tidak selamanya indah.

--Tere Lije

Demi Cinta

labbaik allahumma labbaik
labbaika la sharika laka labbaik
labbaik allahumma labbaik
labbaika la sharika laka labbaik

wahai pengemar cinta dengar aku bercerita
cinta datangnya tak diduga bergelantungan di hati
bila kita diabaikan mugkin pernah kita mengabaikan
namun aku takkan diam terus ku tuju cinta

malam-malam ku melamun mencari kata-kata nan indah
seperti sabdanya Rasulullah berbahasa tinggi dan puitis
demi cinta hujan berdebu akan ku terjang tanpa meragu
menapaki tanah harap membawa cinta dan cita-cita kita

labbaik allahumma labbaik
labbaika la sharika laka labbaik
labbaik allahumma labbaik
labbaika la sharika laka labbaik

bila kita diabaikan mugkin pernah kita mengabaikan
namun aku takkan diam terus ku tuju cinta

malam-malam ku melamun mencari kata-kata nan indah
seperti sabdanya Rasulullah berbahasa tinggi dan puitis
demi cinta hujan berdebu akan ku terjang tanpa meragu
menapaki tanah harap membawa cinta dan cita-cita kita

labbaik allahumma labbaik
labbaika la sharika laka labbaik
labbaik allahumma labbaik
labbaika la sharika laka labbaik

berdentak dentak suara rebana
bertalu di ranah minang
denai bercinto becito-cito
di tanah suci-Mu ya Allah


(Melly Goeslaw)

Jumat, 26 Juli 2013

Try. Always.

If you feel happy now with your life, then i'll happy too.
Whatever still cover this feeling. :)
I'll try, always. :)

Kamis, 25 Juli 2013

Jangan Membenci Angin

"Daun yang jatuh tak pernah membenci angin"



Ya, tentu saja. Itu sebuah keharusan bagi penghambaan yang ikhlas akan takdirnya.
Akan menjadi suatu ketidakpatuhan jika ia membenci angin yang telah melepaskannya dari pegangan kehidupannya pada pohon itu.

Bercermin pada pengikhlasan daun yang tak pernah membenci angin,
hati manusia yang kerdil dan lebih banyak keruhnya ini pun terus belajar seikhlas daun,
yang meski dijatuhkan oleh angin, diterbangkan entah akan kemana jatuhnya,
ia tetap tak membencinya.
ia patuh pada keputusan bagi hidupnya.

Mengapa pula harus membenci angin?
ia pun hanya mematuhi perintah, sabda semesta..
Mengapa pula harus membenci yang memiliki sabda?
Ia yang mengatur kebaikan semuanya,
baik penerimaan yang langsung,
maupun penerimaan yang terus diusahakan seiring berjalannya waktu..

Bahkan setelah jatuh pun, sesungguhnya semua masih memancarkan keindahannya.

Jangan membenci angin, karena ia juga tak berdaya, hanya pula patuh pada ketetapan.

Kita Semua Mengetahuinya

Namun sesungguhnya kita semua tahu kebenarannya.
Ya, kita semua. Kita semua yang menjadi lakon dalam semesta ini. Kita, langit, bumi, pohon, hujan, pusaran badai, gerombolan awan, matahari, burung-burung, lautan.
Bahkan semut kecil yang ada di sudut perjalanannya itu pun tahu pasti bahwa setelah rintik, badai, berderai-derai beban berat tertumpah yang dibawa langit nan luas, kita semua tahu bahwa akan selalu ada pelangi setelahnya.
Akan selalu ada pelangi yang kembali melengkungkan senyuman semesta di luasnya langit kelam yang perlahan-lahan kembali bersinar cerah bersama kilauan sang matahari.
Kita semua tahu itu.
Begitu pun berlaku pada kehidupan manusia.
Hal-hal luar biasa, konspirasi alam semesta, yang dilukiskan Yang Mahasegala pada semua hal yang tidak mampu diciptakan manusia itu, pun akan dilukiskan pada hari-hari tak sempurna kita.
Pelangi itu akan selalu ada pada kumpulan hari-hari berikutnya, pada kumpulan hari-hari setelah pengikhlasan itu bukan hanya sebuah kata bak bulan sabit, namun saat ia telah menjadi bulat penuh purnama.
Dan bulat penuh purnama itu perlu waktu.
Semua perlu waktu.
Namun jangan terlena pada waktu.
Karena bahkan waktu yang sanggup menyimpan semua kejadian pun juga mampu menghianati hati manusia.
Maka menunggulah sedikit lagi.
Menunggulah lagi dengan tambahan segelas penuh kesabaran. Jika gelas tadi telah hampir kosong namun senyum semesta masih belum tampak dari hamparan bumi ini, maka tambahlah lagi sepoci penuh kesabaran menunggu kepastian itu.
Temukanlah mata air kesabaran
Karena hati manusia tidak pernah cukup dalam hal apapun.
Kembalilah menunggu, dalam pengikhlasan yang penuh.
Sampai lelah pun, kembalilah menunggu.
Tak perlu takut dengan penghianatan waktu.
Karena bahkan waktu pun ada yang mengaturnya.
Begitu juga dengan sapaan pelangi tadi, pun pasti akan tiba pada waktunya.
Ya, kita semua mengetahuinya.

None

“Dan saat pintu hati itu terlalu dibuka padahal belum saatnya, maka tunas-tunas perasaanmu tak bisa kaupangkas lagi. 

Semakin kautikam, dia tumbuh dua kali lipatnya. Semakin kauinjak, helai daun barunya semakin banyak.”

--Novel "Daun yang jatuh tak pernah membenci angin", Tere Liye,

Aku Ingin

Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan kata yang tak sempat diucapkan kayu
kepada api yang menjadikannya abu
Aku ingin mencintaimu dengan sederhana:
dengan isyarat yang tak sempat disampaikan awan
kepada hujan yang menjadikannya tiada.
(Sapardi Djoko Damono)

Dalam Doaku

Dalam doaku subuh ini kau menjelma langit yang
semalaman tak memejamkan mata, yang meluas bening
siap menerima cahaya pertama, yang melengkung hening
karena akan menerima suara-suara
Ketika matahari mengambang tenang di atas kepala,
dalam doaku kau menjelma pucuk-pucuk cemara yang
hijau senantiasa, yang tak henti-hentinya
mengajukan pertanyaan muskil kepada angin
yang mendesau entah dari mana
Dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung
gereja yang mengibas-ibaskan bulunya dalam gerimis,
yang hinggap di ranting dan menggugurkan bulu-bulu
bunga jambu, yang tiba-tiba gelisah dan
terbang lalu hinggap di dahan mangga itu
Maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang
turun sangat perlahan dari nun di sana, bersijingkat
di jalan kecil itu menyusup dicelah-celah jendela dan pintu
dan menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya
di rambut, dahi, dan bulu-bulu mataku
Dalam doa malamku kau menjelma denyut jantungku,
yang dengan sabar bersitahan terhadap rasa sakit
yang entah batasnya, yang setia mengusut rahasia
demi rahasia, yang tak putus-putusnya bernyanyi
bagi kehidupanku
Aku mencintaimu.
Itu sebabnya aku takkan pernah selesai mendoakan
keselamatanmu
(Sapardi Joko Damono, 1989, kumpulan sajak
“Hujan Bulan Juni”)

Harapan yang Setia

Terkadang aku berpikir, apakah akan menjadi nyata semua impianku untuk menginjakkan kaki di puncak-puncak gunung itu? Harapan yang tidak pernah ragu, berkurang, ataupun hilang sampai detik ini. Meski harapan-harapan yang baru bermunculan dan kemudian pergi seketika meninggalkan, aku tetap menunggu harapan lama yang setia ini..

Hujan Bulan Juni

Tak ada yang lebih tabah
dari hujan bulan Juni
Dirahasiakannya rintik rindunya
Kepada pohon berbunga itu
Tak ada yang lebih bijak
Dari hujan bulan Juni
Dihapusnya jejak-jejak kakinya
Yang ragu-ragu di jalan itu
Tak ada yang lebih arif
Dari hujan bulan Juni
Dibiarkannya yang tak terucapkan
Diserap akar pohon bunga itu
(Sapardi Djoko Damono)

Dan Langit pun Menghibur dalam Diam

Bahkan langit pun meruntuhkan pertahanannya, membiarkan semua tetes air tumpah ke bumi saat beban yang dibawanya sudah terlalu berat baginya untuk dipikulnya..
Apalagi bagi seorang manusia kecil yang masih sangat jauh dari kehidupan nyata yang kejam, namun harus sudah merasakan betapa menyakitkannya melepas pergi hal yang dicintainya dan dipercayanya hanya karena suatu kenyataan kecil namun sangat membekas di hatinya...
Sungguh ironi.
Membuatnya kini memandang dunia dengan perasaan was-was dan dengan takut berharap tidak menemukan dan merasakan lagi hal yang seperti baru saja terjadi padanya kini..
Sungguh ironi.
Langit yang maha pun ikut menghiburnya dalam diam.
Namun masih belum terlihat tanda-tandanya untuk menjadi cerah lagi...
Mungkin sebentar lagi..
Mungkin bersabar saja menunggu sejenak lagi..

Rabu, 24 Juli 2013

Emptiness

Kupikir ruang hatiku ini memang kosong
Tak kuisi,
Tak ada pula yang mau mengisi
Kosong.
Hampa.
Patuh dan diam dalam kesunyiannya.
Dingin, gelap di dalamnya.
Bagai jurang yang tiada habisnya.
Mungkin benar hatiku sudah mati rasa.
Atau mungkin aku yang telah membunuhnya?
Membunuh semua rasa yang ada,
walau hanya datang sesaat?

-rewrite. 8 November 2009. 12.10 pm

Forgiveness

“Mengerti bahwa memaafkan itu proses yang menyakitkan. Mengerti, walau menyakitkan itu harus dilalui agar langkah kita menjadi jauh lebih ringan. Ketahuilah, memaafkan orang lain sebenarnya jauh lebih mudah dibandingkan memaafkan diri sendiri.”

--novel Sunset Bersama Rosie, Tere Liye

Alone

“Terkadang kesedihan memerlukan kesendirian, meskipun seringkali kesendirian mengundang kesedihan tak tertahankan.”

-Tere Liye, "Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin"

Pengikhlasan

"Melupakan" adalah salah satu dahan dari pohon cinta. Dia dekat dengan dahan "melepaskan". Dan boleh jadi, besok lusa, seiring waktu berjalan, dua dahan ini justeru menjadi akibat penting bersatunya sebuah cinta. 

Sayangnya, dahan-dahan ini tidak akan terlihat oleh orang yang terlalu dekat, melotot pula, takut sekali kehilangan, saat menatap pohon cinta. Dahan-dahan ini terabaikan begitu saja.

--Tere Liye, repost