Minggu, 23 November 2014

Duapuluh Tiga yang ke Duapuluh Dua Kalinya

Apa harus aku menulis di sini? Aku ingin tahu ada berapa banyak orang yang menulis seperti ini pada hari ulang tahunnya, dan yang mengucapkan selamat ulang tahun untuk dirinya sendiri seperti yang akan aku lakaukan sekarang.

Ya, menurut perhitungan dunia ini, umurku sekarang duapuluh dua tahun. Aku selalu terngiang lirik sebuah lagu yang selama beberapa bulan ini berulang kali siang malam kuputar. Liriknya berbunyi, "Umur bertambah, usia berkurang...". Liriknya singkat, cukup sederhana, tapi aku sangat suka, karena itu tepat dan sangat mengganggu pikiranku. Entahlah. Usiaku? Entah aku juga tak tahu. Tapi sebenarnya aku sudah cukup lama berumur duapuluh dua tahun ini. Aku menghitung-hitung dengan penanggalan Islam, yang setiap tahunnya maju sebelas hari lebih dulu dari perhitungan kalender matahari. Setelah ku kali perhitungan sebelas hari tersebut dengan jumlah 22 tahun yang sudah ada ini, yang artinya bernilai 242 hari, perhitungan kalender Islam menyimpulkan aku sudah berumur 22 tahun ini terhitung sejak 123 hari yang lalu (didapatkan dari hasil pengurangan jumlah hari dalam satu tahun, 365 hari, dengan 242 hari yang selisih).

Entah apa yang harus kutuliskan disini. Ini bukan pidato resmi di sebuah podium, ini hanya sebuah tulisan di sebuah hari ulang tahun. Sebuah tulisan yang ingin berucap syukur bahwa masih diberi kesempatan bertemu tanggal 23 untuk yang ke-22 kalinya. Mungkin aku akan bercerita saja. Sehari kemarin tanggal 22 November, sehari sebelum "secara resmi" (begitu kata mereka), tak banyak yang kulakukan. Sejak bangun pagi, aku sudah berniat untuk merapikan kamarku yang tidak terlalu beraturan akhir-akhir ini (mungkin hampir satu tahun ini sedikit berantakan tidak serapi biasanya kuakui), aku bergegas mengobrak-abrik isi kamarku dan merapikannya kembali setelah bahkan waktu Zuhur sudah berlalu. Sisa hari kuhabiskan menonton. Yah... Aku menonton Across the Universe, kemudian aku melanjutkan menonton Divergent, diikuti The Fault in Our Stars, dan kuakhiri tanggal 22 ini dengan From Up On Poppy Hill. Aku hanya ingin suatu saat nanti mengenang film-film yang secara acak terpilih untuk menemaniku selama satu hari kemarin. Tidak ada ide harus melakukan apa. Sekarang setelah koneksi internet cukup lancar, terdamparlah aku di sini.

Muncul pertanyaan sendiri, Apa yang kuinginkan?. Aku tak perlu lah menyebut segala doa dan harapanku di tulisan ini. Cukup aku dan Allah saja yang tahu. Tapi jika dipaksa harus menyebutkan satu, yang benar-benar menjadi prioritas hidupku yang sudah kujalani sejak hampir setahun ini adalah menyelasaikan tugas akhir sebagai mahasiswa. Kau tahu, banyak hal lucu dalam hidup ini. Kusebutkan satu contoh perbandingan. Ada orang yang dengan santai dan tak perdulinya mengerjakan atau tidak terlalu bersusah payah memikirkan tugas akhrinya tapi mereka dengan mudah dan cepatnya bisa lulus dari dunia kampus. Ada pula yang hampir satu tahun bersusah payah menjalaninya tanpa waktu untuk istirahat sejenak, tapi masih belum sampai waktunya untuk lulus. Itulah nasib. Itulah kehidupan. Kehidupanku, seperti contoh kedua. Dan permasalahan bukan hanya dariku. Jadi bagi mereka yang seenaknya menggangap enteng permasalahan ini, simpan saja kata-katamu jika kau bahkan tidak melihat kebenaran dengan jelas.

Well, whatever. Tidak banyak yang ingin kuceritakan di sini kali ini. Anyway...
Aku begitu menyukai November kali ini. Begitu juga November tahun lalu. Meskipun malam ini tidak diguyur hujan seperti 23 di tahun lalu. November kali ini dilimpahi rahmat hujan yang menyegarkan dan memberi keteduhan yang ditunggu-tunggu semua orang, setelah beberapa bulan sebelumnya dilanda kekeringan oleh musim kemarau yang cukup panjang.

Ya, pada akhirnya, kututup tulisan ini dengan Happy birthday to me! Yay! :)



Sumber gambar: Google.



Selasa, 18 November 2014

Aku Hanya Menerka(terka) Sabda

Disini lah aku, berteman rintihan hujan.
Malam-malam.
Dalam kamar temaram.
Sembari menunggu waktu.
Menanti kamu.
Menemukanku.
Kujalin saja rindu.
Untuk nanti dijahit dengan rindumu, ketika nanti bertemu.
Lalu pergi membawaku.
Bukan hanya hatiku.
Hey... Jangan jauh-jauh.
Ayah ibu nanti pasti rindu.

Ah...
Kulihat ayah ibu.
Sehari-hari tabah dan ikhlas menekur pada usaha menghidupi ragaku.
Menjagaku.
Berlimpah cinta kasih mereka untuk jiwaku.
Seketika aku tersadar.
Betapa mereka masih erat memelukku.
Belum rela jika secuil cinta yang kupunya ku bagi pula untukmu.
Maka kita sama tahu.
Mungkin memang belum sekarang saatnya kau mendatangiku.
Tapi entah seperti apa rencana-Mu.
Aku hanya menerka(terka) Sabda.

Lalu ingin kuintip rencana-Mu.
Tentulah aku tak mampu.
Kupilih sebuah senyum dari setumpuk hadiah pemberian-Mu.
Kubisikkan pada Tuhan.
"Kau lah yang Mahapengatur segala rentak irama kehidupan"
Ya...
Mungkin begitu.
Cukup begitu dulu.


F. F. K.

Pesona Hujan

Bermainlah bersama hujan,
Nikmati jatuhnya,
Rasakan rintihannya,
Cium dan rengkuh,
Dan kau akan merasakan ‘memiliki’ dan ‘kehilangan’,
dalam satu kedipan.
Begitulah pesona hujan.


F. F. K.

Senin, 17 November 2014

Siul Tiup Lilin

Aku selalu berkata kepada diri sendiri. Banyak hal baik dan membahagiakan yang terjadi di setiap harinya yang bisa kita syukuri. Beberapa hari menjelang yang kaum manusia sebut sebagai hari-ulang-tahun, yaitu hari ini, aku memulai hari seperti biasa. Kejadian pagi tadi sudah kuceritakan. Lepas Zuhur aku beranjak pulang. Tidak ada yang istimewa. Sama seperti hari-hari lainnya, hari-hari yang biasa dengan banyak hal luar biasa yang selalu membuatku merasa menjadi salah seorang yang harusnya bersyukur masih diberi kehidupan yang luar biasa.

Biasanya aku butuh dua trayek angkutan umum agar aku bisa sampai ke rumah. Di angkutan kedua aku duduk di bangku yang menghadap berlawanan dengan punggung sang sopir, di pinggir pintu masuk, setelah sebelumnya mampir ke sebuah supermarket untuk membeli sesuatu. Tak begitu jauh berjalan, naiklah seorang anak laki-laki berseragam sekolah menengah atas yang kemudian duduk di sampingku. Aku tak kenal dia, begitupun dia tak kenal aku. Mungkin dia satu tingkatan sekolah sama seperti adikku. Kemudian tak lama setelah mobil kembali berjalan, dia bersiul. Inilah yang membuatku tiba-tiba tersenyum seorang diri. Dia menyiulkan sebuah irama lagu ulang tahun, atau mungkin lebih tepatnya jika dinyanyikan, siulannya bernyanyi untuk liriknya yang seperti ini: "Tiup lilinnya, tiup lilinnya, tiup lilinnya sekarang juga..." Aku terkadang tak bisa menahannya untuk mengekspresikan apa yang tiba-tiba kurasakan. Jadi ketika dia bersiul lagu tersebut, aku tiba-tiba tersenyum dan ingin tertawa karena seketika aku teringat, "Haha, sebentar lagi hari ulang tahunku. Apakah ini termasuk salah satu hadiah kejutan dari semesta sebagai penghiburan untukku?"

Ya, aku tidak ingin mengistimewakan hari itu. Terkadang sesuatu yang kita anggap istimewa akan membawa kekecewaan yang lebih dari sesuatu yang kita anggap biasa, jika kita terlalu mengharapkannya. Jadi aku akan menganggapnya sebagai sebuah hari yang biasa saja seperti hari-hari biasa lainnya, namun membawa banyak hal yang luar biasa disetiap akhir harinya. Bukankah pada dasarnya memang ia hanyalah sebuah hari biasa lainnya? Karena setiap detik aku bernapas, setiap detik pula hidupku berubah. Tak perlu menunggu hitungan hingga hari itu, kan? :)

Minggu, 09 November 2014

Seharusnya Cinta Baik-Baik Saja

Aku lebih suka kisah cinta yang mana para lakonnya tidak pernah sekalipun mengucapkan kata cinta namun sesungguhnya kita semua bisa tahu dengan melihat ke kedalaman mata para lakon bahwa terdapat gelegak-gelegak perasaan hangat, cinta, dan kasih sayang yang tak bisa ditutupi oleh kabut dan kegelapan sekalipun. Tak terucapkan sekalipun namun mereka saling tahu dan tentu semua tahu ada suatu harapan dan keindahan perasaan diantara kedua cucu adam dan hawa tersebut. Bukankah itu indah? Hah, aku bahkan sampai hampir menitikkan air mata membayangkannya. Menurutku, hal seperti itu lebih indah ketimbang mereka yang saling melempar dan mengumbar kata cinta dan sayangnya hanya untuk dilihat orang bahwa mereka 'merasa' sudah siap untuk saling memiliki, padahal kenyataannya mereka sedang asyik memantapkan diri sendiri apakah benar seyakin itu menyukai dan menyayangi 'pasangan'nya.

Seperti kata seorang penulis, Tere Liye, yang mengatakan 'apakah mungkin sesuka itu?'. Jujur saja, aku mengiyakan dalam hati perkataan itu karena begitulah yang pernah kualami, dan kuharap tidak lagi terjadi. Jika terjadi lagi pendar perasaan itu, aku harap bisa menyimpannya hanya dalam hati agar disuatu saat nanti aku tidak menyesalinya jika hal tersebut ternyata hanya keinginan sesaat dan ego ingin mampu memiliki sejenak saja. Ada satu hal yang kuyakin akan kuketahui pasti mana cinta sungguhan, yang mana hanya keinginanku semata. Aku yakin aku akan berdebar karenanya. Mungkin ini klise bagi banyak orang, tapi aku masih percaya dengan datangnya debar itu suatu saat nanti.

Sehubungan dengan cinta yang malu-malu dan tak perlu diumbar-umbar, kemarin ada sebuah mini drama dari sebuah film kesukaanku sejak dulu, Ada Apa Dengan Cinta yang dipersembahkan oleh sebuah aplikasi kenamaan smartphone. Aku tak mungkin bohong bahwa aku sungguh terpesona dengan adanya mini drama itu. Terang saja, aktor dan aktrisnya adalah pemeran yang sama 12 tahun lalu di film kenamaan yang katanya mengubah nasib perfilman Indonesia kala itu. Dan tentu saja karena aku adalah satu dari sekian banyak perempuan yang menjadi penggemar tokoh Rangga, dan Nicholas Saputra (jangan lupa aku menjerit histeris sendirian sewaktu menontonnya kemarin). Tapi ada sisi lain dari perasaanku yang mengatakan bahwa itu menjadi tak lebih dari sekedar sebuah iklan bersponsor. Mengapa? Karena itu sungguh berbeda dari hayalan tingkat tinggiku selama ini. Telah terpatri di benakku bahwa kedua tokoh di film itu, yang jatuh cinta tanpa mengumbar-umbar dan dengan perasaan yang ragu dan malu-malu tanpa alat komunikasi yang canggih pada era itu, yang masih menggunakan sebuah telepon rumah untuk berkomunikasi dalam kondisi yang benar-benar dirasa perlu untuk digunakan (dan aku sangat mencintai kisah cinta yang tergambar dalam coretan di atas sebuah kertas-surat dan puisi cinta), mereka telah berbahagia setelah melewati satu purnama untuk bertemu kembali dan memulai semuanya. Akhir yang bahagia sudah digambarkan di dalam sebuah puisi yang diberikan Rangga kepada Cinta di akhir cerita. Tapi... dalam mini drama yang kutonton kemarin, digambarkan bahwa Rangga dan Cinta belum pernah bertemu lagi sekalipun dalam 12 tahun sejak Rangga pindah ke New York.

Maaf saja, aku adalah penggemar happily ever after ending stories. Aku sudah mengatakannya kemarin di sebuah media sosialku bahwa ide cerita yang disuguhkan dalam bentuk mini drama oleh perusahaan alplikasi kenamaan itu menghancurkan hayalan indahku tentang 'satu purnama' yang bahagia selama ini. Yah, itu menurut pendapatku. Sama halnya seperti novel The Giver yang baru selesai kubaca kemarin. Seorang teman bertanya, 'Jika ceritanya memang bagus, kenapa tidak dibuat saja sekuel atau triloginya?'. Ku katakan padanya, hal yang menakjubkan tidak akan terjadi dua kali. Perasaan membuncah bahagia terhisap ke dalam sebuah cerita tidak bisa direkayasa hanya karena tiba-tiba semua orang menyukai ceritanya. Cukup dengan satu novel itu dan dengan akhir yang masing-masing orang bisa menginterpretasikannya sendiri itulah yang membuatmu menikmatinya hingga titik.

Kau tak Akan Pernah Sadar

Maaf, aku tersadar.
Untungnya kamu belum tersadar.
Aku tersadar, kusebut saja kau dan aku-karena aku tak pantas menyebut kita-ternyata sungguh berbeda.
Untunglah kau tak pernah tahu aku pernah meragu karenamu.
Untunglah bibit perasaan itu baru hendak muncul.
Untunglah aku tidak sempat menggunakan perasaan hingga aku tak terlalu lemah terjatuh.
Namun apalah dia jika bukan secuil perasaan?
Aku kembali bersembunyi dalam ruang tunggu itu, dan merindu hingga semua yang kutunggu mewujud ‘kamu’.
Aku yakin janji ‘itu’.
Jika janji itu bukan kamu, semoga kau tak pernah tersadar akan aku.

--Kurangkum menjadi tulisan biasa dan singkat ini dari beberapa kisah dan perasaan orang-orang disekitarku beberapa hari ini. :)

Sabtu, 01 November 2014

Pesan untuk Tuan yang Entah di Mana

Hai kau tuan masa depanku
yang dari galaksi entah apa
yang masih juga tak kunjung tiba
yang masih juga entah dimana
Dimana kamu sekarang?

Aku punya pesan untukmu
Tidak banyak
Tak juga panjang lebar
Singkat saja
Izinkan aku meminta sedikit jawaban
Kuharap itu menenangkan
Izinkan aku meminta sedikit pengertian
Kuharap itu melegakan

Jika kau sudah tiba nanti
Beri aku sebuah tanda
Jangan hanya memanggil di depan pintu
Apalagi berbisik dari kejauhan
Ketuklah pintunya
Pintu putih yang dikotori banyak warna

Ketuklah lebih keras jika masih juga belum membuka
Mungkin aku belum mendengar jelas
Aku hanya takut kau terlalu bosan untuk menunggu,
meski sejenak sewaktu
Lalu kau putuskan untuk pergi
Mencari pintu lain yang aku entah tak tahu
Tersisa aku menanti waktu berlalu
Tergugu meragu sendiri satu
Tolong tenangkan aku.



Indralaya, Kamis, 30 Oktober 2014.

Minggu, 26 Oktober 2014

Danke, Aksara

Aku berterima kasih kepada aksara.
Ketika kata-kataku tak mampu kulengkingkan di hamparan jagad raya, aku menuliskannya kedalam kalimat-kalimat dari ruang antah-berantah yang kadang tak terjamah oleh praduga jalinan sinyal di pikiranmu.

F. F. K.

Minggu, 19 Oktober 2014

Kita Mahluk Malam

Kita mahluk malam,
yang takut akan kegelapan,
risau dengan jalan setapak di depan,
bingung bagaimana harus melangkah,
tapi harus terus berjalan.

Kita mahluk malam,
yang rindu sinaran tenang,
bermain dengan titik-titik harapan,
mencari cahaya penuntun jalan,
melangkah ragu dengan banyak pertanyaan.

Kita mahluk malam,
selalu terseok dalam kegelapan,
tetap bertahan di jalan yang panjang,
tersadar sebuah cahaya telah menuntun sejak permulaan,
tak perlu berharap pada siang.

Aku mahluk malam, kau juga mahluk malam,
ya, kita mahluk malam,
membicarakan siang dan malam,
ini sudah larut malam,
aku butuh tidur malam,
selamat malam.


F. F. K.

Jumat, 17 Oktober 2014

Ingin Menjadi Apa Setelah Dewasa?

Apa keinginan terbesarmu ketika masih kecil dulu? Entah dengan kebanyakan orang tapi aku sejujurnya punya banyak keinginan dan harapan.

Aku ingat sewaktu ditanya guru saat kecil dulu, "mau jadi apa kalo udah besar?", aku selalu tahu untuk menjawab "mau jadi insinyur", seperti mama. Karena sepertinya hanya itu satu-satunya hal mengenai cita-cita dan pekerjaan yang ada di dalam pikiranku saat dulu. Jika anak-anak yang lain berkeinginan menjadi dokter, aku ingat betul aku tidak pernah terucap untuk bercita-cita seperti mereka.
Atau jika harus memberikan jawaban lain, aku akan menjawab, " mau jadi seperti papa yang jadi sarjana hukum", karena aku tidak terlalu tahu pekerjaan apa yang bisa dijalani jika menjadi seorang sarjana hukum.

Kemudian aku mengubah cita-citaku ingin menjadi seorang ahli sejarah setelah aku cukup senang mempelajari sejarah. Tak lama tidak begitu berbeda dengan cita-cita sebelumnya, aku juga ingin menjadi seorang ahli paleontologi. Kau tahu, orang yang pekerjaannya senang mencari-cari dan membersihkan fosil atau tulang belulang mahluk masa lalu-begitu aku dulu menjelaskannya. Lalu aku merubah keinginanku untuk menjadi seorang penulis. Aku suka membaca, lalu berkhayal, dan terkadang menuliskannya dalam bentuk cerita yang monoton dan kalau diingat-ingat sekarang membuatku merasa malu sendiri dengan tingkah dan khayalan mainstream-ku dulu. Setelah sedikit lebih besar, aku punya keinginan untuk menjadi seorang arsitek. Sejak kecil aku sering melihat majalah-majalah arsitek yang menggambarkan desain dan ukuran rumah-rumah yg menurutku unik. Aku hanya ingin membuat rumah yang sesuai dengan keinginanku. Sewaktu hendak memutuskan untuk memilih jurusan kuliah, mama mengajakku berpikir ulang apakah daya otakku sanggup atau tidak dengan ilmu hitung dan ketelitan seorang arsitek, yang pada kenyataannya aku membenci ilmu hitung tingkat tinggi dan aku sangat ceroboh dalam hal 'pendetailan'. Pada akhirnya aku memilih jurusan ku yang sekarang...

Seperi lirik lagu soundtrack anime 'Minki Momo', "ingin menjadi apa setelah dewasa?". Aku kembali memilah-milih apa keinginanku. Aku masih ingin menikmati sejarah, aku ingin merancang sendiri rumahku nanti, aku juga ingin mempunyai rumah dengan halaman yang luas yang bisa ditumbuhi banyak pohon dan tanaman-tanaman lainnya untuk bisa kurawat dan kunikmati diwaktu senggang. Aku juga masih ingin menjadi seorang penulis, meskipun aku tidak punya khayalan hebat apapun untuk kutulis. Aku juga ingin menjadi berguna dengan menjadi seorang pengajar, meskipun aku masih memiliki banyak kekurangan dan ketidaktahuan.

Tapi kemudian terlebih, yang tiba-tiba terbersit disuatu ketika, dan kupikir tentunya ini menjadi keinginan, doa dan harapan perempuan semuanya, pada kenyataannya aku ingin menjadi seorang istri dan ibu yang baik dan mencukupi dunia akhirat untuk keluargaku nanti. Untuk mewujudkan itu, aku masih harus banyak berusaha dan belajar dengan ikhlas. Tentunya, aku sangat berharap akan ridho dunia akhirat dari imamku kelak, dan ini tentu keinginan yang sulit dari semua keinginanku. Suatu ketika aku berpikir tentang semua ini, dan mengambil kesimpulan, bagiku nanti, ridho suami itu sungguh cukup menjadi salah satu bekal untuk menghadap-Nya kelak, kan?

Senin, 06 Oktober 2014

Kau, Candu

Kaulah Anandamide itu.
Aku mencandumu.
Kaulah Endorphine itu.
Kau sumber canduku.

Tapi aku tak pernah jadi sumber candumu.
Apalagi mau kau candu.
Aku sudah tau!

(Sebenarnya ini sudah beberapa bulan tersimpan di draf) :)

Minggu, 28 September 2014

Ada Apa?

Aku punya cerita. Kuceritakan saja di sini. Aku lebih suka bercerita di sini. Bercerita dengan diriku sendiri. Toh orang lain belum tentu mau menjadi pendengar. Nasib juga berpihak, tidak ada orang yang bisa kujadikan pendengar. Namun aku menjadi bingung mau bercerita apa. Toh diriku sendiri sudah sangat tahu ada hal apa.

Jumat, 26 September 2014

What the 'Facts'

Alih-alih tantangan "20 fakta tentang saya", sesungguhnya aku lebih suka menceritakan mengenai diriku di halaman blog ini (biar lebih panjang ceritanya... Oh, ternyata begitu ya.). Bukan berarti aku akan menjelaskan segala sesuatu tentang diriku secara gamblang tanpa membuat orang lain akan berpikir untuk berusaha agar lebih mengenal dan memahami aku sebagai orang yang dikenalnya. Sejujurnya aku lebih menyukai orang-orang yang berteman dan berada di dekatku dapat mengenal kepribadiaanku dari pengetahuan yang mereka serap selama berinteraksi denganku tanpa kujelaskan dan kuceritakan. Terkadang aku lebih menghargai orang-orang yang mampu menilaiku secara pribadi dengan segala kemampuannya untuk menilai baik dan buruk dibandingkan dengan yang mengenal diriku tetapi dari hasil pengetahuan yang sengaja aku ajarkan karena aku sudah cukup bersabar untuk menunggu mereka mengetahui dan mengenal diriku sebenarnya. Namun dalam postingan kali ini aku akan sedikit menceritakan tentang diriku. Tenang saja, aku tidak akan membiarkan diriku kebablasan bercerita dan membiarkan kalian dengan mudahnya mengerti aku seolah aku hanya sebuah pena yang sedang dipelajari penggunaannya oleh seorang anak kecil untuk menulis. Rasanya ini lebih susah daripada dipaksa mengarang sebuah cerita untuk koran hari minggu (andai aku tahu rasanya).

Aku terkadang tidak lebih dari seseorang yang introvert. Aku bisa Aku terkadang sangat-sangat menikmati waktu sendirian bersama diriku sendiri di kamar, atau di perpustakaan, atau di lab, atau duduk-duduk dibawah pohon atau dimanapun ketika aku sedang benar-benar masuk ke dalam dunia 'sendiri dan pribadi'ku. Hal itu biasanya lebih sering dikarenakan aku tenggelam ke dalam buku--yang lebih seringnya adalah sebuah novel fantasi--yang sedang kubaca. Pada saat-saat seperti itu biasanya aku sungguh-sungguh tidak suka dengan gangguan apapun, atau jika suasana hati sedang baik aku akan berbaik hati tidak ambil pusing. Jika kau juga adalah orang yang suka membaca kau akan mengerti betapa jengkelnya saat tengah berada pada kejadian yang amat-sangat-menyenangkan-berada-dalam-suatu-imajinasi kemudian terganggu oleh panggilan atau pertanyaan dan hal-hal lain. Aku tidak akan ambil pusing menjelaskan jika kau adalah seseorang yang tidak terlalu suka membaca atau seseorang yang menganggap membaca itu membosankan, atau seseorang yang berpikiran sempit dengan mengatakan bahwa aku membaca hanya agar terlihat image yang intelek atau sekadar gaya-gayaan (Aku tidak menunjuk kepada siapapun karena beruntunglah terkadang daya ingat otakku cukup buruk sehingga lupa siapa saja atau mungkingkah memang pernah ada yang berkata begitu kepadaku). Yah, aku tidak bisa menjelaskan lebih panjang lagi mengenai hal diatas.

Jika dibandingkan dengan yang lain, mungkin bahan bacaanku cukup ringan dan tidak membuat takjub siapapun yang mungkin bahan bacaannya jauh lebih baik dan kompleks. Aku sangat menyukai fiksi. Dapat dipastikan 90% lebih buku yang kubaca adalah novel fiksi, baik yang kubeli secara pribadi dan hadiah dari orang-orang terdekat, dan kebanyakan adalah hasil pinjaman dari teman-temanku (dari masa SMP hingga sekarang di semester akhir studi sarjanaku). Maaf saja, karena jika kubiarkan hasrat untuk membeli novel-novel yang kusuka, aku akan mengkerut karena kehabisan uang yang kupunya yang biasanya tidak seberapa (dari hasil sisihan uang yang diberikan kepadaku) seperti mungkin kalian anak-anak yang diberikan uang jajan yang banyak setiap hari. Maka wajar saja jika kau menemukan aku yang terkadang dipenuhi dengan bermacam imajinasi yang lebih banyak tidak jelas arah dan tujuan mengkhayalnya. Ada kebahagiaan tersendiri saat aku membaca satu cerita dan masuk ke petualangan lain lagi di novel yang berbeda. Banyak orang mungkin berpikiran, "Bukankah biasanya ceritanya tidak jauh berbeda dan hanya begitu-begitu saja?". Aku bisa menjawab, "Ya, mungkin memang tema ataupun inti ceritanya sama, tapi kau tidak akan merasakan ketegangan dan kesenangan yang sama di setiap cerita dan petualangannya menuju bagian akhirnya."

Aku terkadang juga sangat melankolis ketika sedang sendirian, atau sehabis membaca sebuah tulisan, atau sebuah novel, atau setelah menyelesaikan sebuah drama korea ataupun film dengan genre tertentu (lebih seringnya genre romantis) sampai-sampai aku akan mengolah perasaanku dan menuliskannya menjadi sebaris duabaris permaianan kata-kata (karena aku tidak yakin untuk menyebutnya sebagai sebuah puisi). Aku sangat menghargai bagaimanapun cerita (dan berlaku juga dengan film dan puisi-puisi) yang ku ikuti, karena aku tahu untuk menciptakan suatu karya tidaklah mudah dan tidak semua orang mampu melakukannya (aku bahkan seringkali tidak menyelasaikan tulisan-tulisan yang kumulai).

Oke, sejujurnya inti dari tulisan yang cukup panjang ini hanya menggambarkan aku adalah seseorang yang menyukai membaca, menonton dan menulis. Tidak lebih jauh (kecuali kalian bisa melihat sesuatu yang lebih bernilai dari sekadar tulisan panjang tanpa arah ini, aku akan sangat berterima kasih karena kemampuanmu menilai sesuatu yang ada padaku). Terima kasih. :)

Kamis, 25 September 2014

Under the Tree







Few days ago I take a walk in my campus with one of my bestfriend for all these outtake. I love capturing everything or anyone and being captured by chance or deliberately. So, I asked my friend to take some pictures of me and promise I would do the same. Honestly, I'm not a good model (my face and my body or whatever they standarded for being a model, and because I'm not a model--and I'm never interested to be like that just because I took pictures like these) but still I love being captured. I always wanted to go to some good and beautiful places or going abroad and take million pictures I can. I am wearing a handcrafting shoes from a local branded in Bandung City, Indonesia (If you'd like to know and take some collections from there). I've falling for this shoes from the first time I saw it in their webpage. You can choose your favorite collection in here, too. :)






Senin, 22 September 2014

Dan Kemudian

Dan kemudian, aku tetap setia bertanya-tanya, pernahkah aku menjelma harap dalam baris doa-doa malammu?

Kamis, 31 Juli 2014

Seringnya, Sendirian

Terkadang, karena terlalu bahagia, aku menangis. Aku selalu merasa bahagia, tapi tidak terlalu sering menangis karena terlalu bahagia berlebihan. Lebih sering lagi, aku merasa sedih, tapi aku malah tertawa. Merasa lucu pada diri sendiri. Terbahak. Seringnya sendirian.

Menurutku, yang kedua itu juga adalah salah satu bentuk bahagiaku. :)

Sabtu, 12 Juli 2014

Hujan

Bagai jejak-jerejak bunga gugur yang siang ini deras diguyur hujan.
Terasa menyegarkan, meski ia tak lagi menjadi primadona.
Begitu juga aku, hatiku, dan doaku, andai kau mau menegurnya dipersimpangan jalanmu.
Akan terasa membahagiakan.
Meski hatiku berserakan terabaikan.
Meski yang sedang kau tuju bukan aku.

Minggu, 29 Juni 2014

My Laboratory

Satu bulan terakhir ini aku sedang sibuk mengurusi judul penelitianku yang baru dan juga berlatih di laboratorium kampusku. Aku dan seorang temanku sedang berusaha belajar untuk dapat mengenali spora yang menjadi objek utama penelitian kami ini. Dengan bantuan dosen pembimbing pertama kami dan seorang senior dari almamater kami yang sudah menyelesaikan studi S-2 nya di Institut Pertanian Bogor, kami mulai bisa mengenali sedikit demi sedikit objek-objek mikroskopis yang diduga spora tersebut. Akan tetapi, kami masih perlu banyak belajar dan latihan lagi untuk bisa terus ketahapan kerja selanjutnya yang juga butuh keterampilan dari diri kami. Meskipun ku akui aku mulai agak sedikit frustrasi dengan hasil pekerjaan kami yang sudah memakan waktu berhari-hari ini. Ditambah dengan kemacetan jalanan lintas utama ke universitas dan juga jalan-jalan ibukota kami, setidaknya aku masih memiliki harapan dan keyakinan bahwa objek penelitian yang kali ini akan membawaku menuju gelar sarjana S-1 ku. Seiring dengan tibanya Bulan Ramadhan 1435 Hijriah ini, kupanjatkan pula do'a kepada Allah Subhanahu wata'ala, Tuhan YangMahapengabul doa dan harap, semoga impianku untuk lancar mengerjakan penelitian ini, semoga seminar proposal di awal semester baru nanti, dan semoga sidang akhir untuk sarjana studiku ini bisa kulakukan dan kuselesaikan semua pada tahun 2014 ini. Aamiin yarabbal 'alamiin.

Gambar dibawah ini diambil oleh rekanku, Tami, tanpa sepengetahuanku ketika kami sibuk seharian berkutat di laboratorium. Ketika kulihat file foto di kameraku, aku berterima kasih kepadanya untuk foto ini. :)


Sabtu, 31 Mei 2014

Sorry, we’re closed, for an indefinite period of time.

--- I mean, am talkin’ bout my heart with those happy-being-alone feeling and its condition now.

Bayar-Tagih

No offense, tapi menurut saya pribadi, membayar ‘hutang’ puasa itu kalau bisa ya diusahakan disegerakan setelah lepas dari Hari Raya. Bukan apa-apa, saya hanya berpikir, kalau punya hutang dengan sesama manusia saja kita berusaha untuk segera ‘membayar’ dan ‘dibayar’ agar tidak ada beban ‘ditagih’ dan ‘menagih’. Apalagi ‘hutang’ dengan Sang Pencipta, Allah SWT.
Berlaku juga untuk yang dengan mudahnya bernazarNazar itu termasuk suatu janji dengan Allah SWT. Jika tidak disegerakan dan berusaha untuk membayarnya, yah… :)

Jumat, 11 April 2014

Princess In The Mirror


Dia seorang putri. Terkukung sepi darimu. Terpasung sedih hadirmu. Terpatri senyum simpul untukmu. Terpancar tatap sendu mencandu. Terucap doa dan teruntai harap bersamamu. Tercipta senyum indah kala bahagiamu. Tergelak cantik menghiburmu. Teman dalam bayang semu. Dia adalah kamu. Dirimu satu. Kini tatap dirinya, dalam dirimu pada pantulan cermin itu. Bagaimana tampakmu? :)

Kamis, 10 April 2014

Tik Tok; Sebuah Cerita Kita

Hanya sekedar ingin berbagi keindahan yang kulihat beberapa hari yang lalu. Sebelumnya aku pernah meminta izin untuk ikut pergi mendaki Gunung Dempo ini. Meskipun aku sudah sampai menangis-nangis kepada orang tuaku, mereka tetap tidak mengizinkan aku. Lalu sekitar dua minggu yang lalu, sahabatku akan melakukan survey penelitiannya ke Gunung Dempo ini. Dia menawarkan dan meminta bantuanku untuk menjadi salah seorang yang menemaninya mengunjungi ketinggian itu. Apa kalian ingat bagaimana ceritaku tentang seorang gadis biasa yang memendam impian untuk bisa mengunjungi tempat-tempat tinggi yang magis nan indah itu? Ya, akhirnya ia bisa mewujudkannya, meskipun tidak sampai ke puncaknya. Pada Jumat, 4 April beberapa hari yang lalu akhirnya aku diizinkan orang tuaku untuk pergi bersama ketujuh temanku yang lainnya untuk memiliki salah satu pengalaman hidup yang selama ini kuimpikan. Kami berangkat dengan bus sore dan tiba di Pagaralam pada malam harinya pukul 01.45 wib esok harinya.

Aku akhirnya pergi menapaki ketinggian itu bersama beberapa teman sekelasku; ayuk Ayu, mamas Tuwuh, ceceu Dwi, bang Zamal, Kiki, Kuplek, dan Dedek. Saat menunggu jemputan bus Telaga Biru di depan kampusku, aku merasa bahagia sekaligus cemas. Kurasa itu wajar saja, mengingat tempat yang akan kami datangi adalah tempat yang cukup jauh dari keramaian dan hiruk pikuk kota, dan jauh dari orang tua. Terlebih lagi, itu adalah salah satu perjalanan impianku yang akan segera terwujud. Benar saja, saat tiba di Kota Pagaralam, kami tak henti-hentinya memuji dan mengagungkan kebesaran Allah akan ciptaannya. Sungguh, aku lebih mencintai keindahan dari ketinggian Gunung Dempo yang daerah kami miliki dibandingkan dengan Puncak Pass yang pernah kami datangi dulu. Aku merasa lebih takjub dengan keindahan liuk-liuk jajaran kebun teh dan gumpalan awan ataupun kabut sejauh mata memandang. Kami menumpang truk pengangkut pekerja pemetik teh untuk mencapai kampung 4. Dari sana setelah beristirahat dan mendatangi rumah ketua RT, kami lalu mendaki sampai ke Pintu Rimba. Aku sudah sangat merasa puas walau hanya sampai di situ tujuan kami. Kami berjalan pulang keesokan harinya setelah berkemah satu malam di resort kampung 4 di ketinggian 1575 mdpl, dan diguyur hujan sepanjang sore hingga keesokan paginya. Kami putuskan berjalan turun dengan melewati kebun-kebun teh hingga akhirnya kami takjub dengan jarak perjalanan yang telah mampu kami tempuh. Ada beberapa foto yang ingin kubagi dengan kalian dari awal perjalanan hingga perjalanan pulang. Beberapa juga adalah gambar lumut yang menjadi pencarian utama kami kesana. Beberapa adalah hasil ketakjuban ku dengan keindahan alam dan bunga-bunga yang ada. Beberapa adalah kami yang menikmati betapa indahnya tempat yang kami kunjungi itu. Meski sesungguhnya keindahan yang dilihat secara langsung lebih memuaskan hati. Berharap nanti bisa menikmatinya lagi. :)

Sebelum berangkat.

Keesokan harinya, suasana pagi itu.

Negeri di atas awan.







Bukit barisan di kejauhan.

Say hi guys!

Salah satu hasil fotoku yang disukai orang.

Ini juga lumut.




Setelah bersusah payah ingin ke Pintu Rimba.

Entah jenis lumut apa, tapi bulir air sisa embun pagi itu mempercantiknya.
Salah satu hasil fotoku yang kusuka.




Kiki, ceceu Dwi, aku, dan ayuk Ayu.


Berkemah bersama teman dari sebuah universitas swasta di kota kami.



Persiapan kembali ke kampung 4.

Ayu dan bunga balerina. Bunga yang pernah menjadi gambar profil pertama kali blog ini. :)

Say goodbye to this beautiful place.

Perjalanan menuruni perkebunan teh.





Mamas Tuwuh yang lagi istirahat.



Bunga yang ada di sekitar area vila.



Rabu, 09 April 2014

Asal

Aku suka kata-kata. Aku suka berkata-kata. Aku suka berbincang-bincang. Mungkin aku terlalu suka berbicara.
Aku suka berbicara kepada banyak orang. Rasanya aku ingin bercerita apapun kepada banyak orang.
Tapi tak semua orang suka. Atau tak semua orang mendengarkan dengan sungguh-sungguh. Atau tak semua orang mengerti.
Jadi sesaat kemudian aku ingin tidak bicara apapun kepada siapa saja.
Aku kemudian sibuk dengan pikiranku. Pikiran yang sering melantur dan membuatku sibuk sendiri.
Seringnya aku tenggelam dalam pikiranku sendiri.
Atau parahnya, aku akan bercerita pada putri dalam cerminku.
Apa itu aneh? Yah, terserah saja.
Jadi seringnya juga kutuliskan disini kecamuk otakku.
Aduh, apalah ini?!
Harap dimaklumi.
Hanya sedang tak bersemangat berteman dengan tulisan-tulisan penentu kelulusanku itu.
Aduh, aku sedang tak ingin mengarang kata, bercerita apa-apa.
Abaikan saja.

Selasa, 25 Maret 2014

Mimpi

Kalau aku bermimpi, lalu aku bermimpi kamu.
Apa karena aku yang mengetuk pintu mimpimu, lalu memaksamu untuk mendatangi mimpiku...
Atau karena memang inginmu menemuiku dengan hatimu?
Ah, mana mau kau begitu. Siapalah aku.
Kau bahkan belum mengenal aku.
Aku juga belum tahu dirimu.
Oh iya, kita belum pernah bertemu.
Lalu kenapa aku bermimpi kamu, dengan adegan canggung yang romantis menurut angan bodohku begitu?
Lagi-lagi, hanya Tuhan yang tahu.
Kalau begitu, kuharap Tuhan tak menuliskannya hanya sampai disitu.
Dan saat aku menuliskan ini, aku sudah lupa bagaimana rupamu...

FFK

Bukan Aku

Aku bunga yang tak ingin kau curi pandang.
Aku bintang yang tak ingin kau petik.
Aku langit yang tak ingin kau gapai.
Aku harapan yang tak ingin kau raih.
Aku samudera yang tak ingin kau selami.
Aku lautan yang tak ingin kau seberangi.
Aku jiwa yang tak ingin kau temani.
Aku jejak yang tak ingin kau iringi.
Aku hidup yang tak ingin kau hidupi.
Aku tahu, namaku bukan doa yang kau sebut kepada Tuhan selama ini.
Semoga segera kutahu seseorang yang menyebut namaku dalam doanya kepada Sang Pemilik Hati.

FFK

Lukisan Cinta

Cinta itu keindahan yang menyakitkan.
Aku melukis cinta menjadi kamu.
Kamu melukis dia sebagai cinta.
Indah bukan?
Tinggal aku yang sakit.
Lalu aku hanya mencucur airmata,
lalu tertawa 'haha'.
Dan kalian berbahagia.

Mungkin karena aku tak memesona?
Aku tak cantik? Tak menarik?
Ah, mungkin juga.
Tunggu. Aku bahkan tak tahu definisi
cantik dan menarik darimu.
Bagaimana pula aku berani bilang memesona?
Rasanya aku ditertawai dunia.


FFK

Senin, 24 Maret 2014

Wahai Hati, Hati-hati

Kepada hati hati yang menunggu hati dengan hati-hati.
Kepada hati hati yang bersabar dan jatuh perlahan pada satu hati dengan hati-hati.
Aku punya pertanyaan untuk hatimu, hati.
Akan kuajukan dengan hati-hati agar kau tak sakit hati.

Mengapa kau hanya berdiam pada satu hati?
Lalu kau hanya terus menanti di satu hati.
Begitu susahnya kah hatimu untuk jatuh hati pada lain hati?
Apakah kau memang begitu setianya pada satu hati?
Masihkah kau terus menunggu hati yang kau sendiri tak tahu bagaimana hatinya, hati?
Bagaimana jika hati yang kau harap juga menunggu hati yang lain?
Mungkin hatinya sudah terbang melayang entah kemana tak mau kembali lagi.
Atau malah hatinya telah jatuh berdebam dalam palung satu hati yang tak kau tahu, hati?
Ah, mungkin hati yang kau tunggu sedang bersusah payah mengobati luka hatinya yang lalu.
Mungkin juga sedang mencari retakan hatinya, seperti yang pernah hatimu alami.

Kenapa?
Hatimu terasa sesak?
Ia ingin menangis?
Oh, jangan cengeng!
Yah, urusan hati memang harus hati-hati...
Biar tak jadi sakit hati.
Ku akhiri saja sampai di sini.
Biar hatimu tak semakin sakit hati.
Pikirkan lagi nasib hatimu dengan hati-hati.

Minggu, 09 Maret 2014

Kamu dari Galaksi Mana?

Untukmu yang sedang dalam perjalanan menuju ke bumiku.
Kenapa kamu lama sekali?
Aku bukan lelah menunggu.
Aku hanya penasaran padamu.
Juga tentangmu.
Lalu khawatir.
Sedikit cemas.
Dinodai setitik keraguan.

Aku masih dengan setia menunggumu di planet biru ini, dalam galaksi bima sakti.
Kamu sudah sampai di mana?
Apakah kamu tersesat?
Apakah sistem pencari dari tempat asalmu tak bisa membantu perjalananmu?
Apakah kau perlu bantuan? Dariku?
Sudah kukirimkan surat singkat kepada Tuhan untuk menuntunmu.
Tidakkah kau menangkap sinyalnya?
Masih kurangkah frekuensi isyarat itu?
Apakah petamu terpatri jelas di mana galaksiku di jagat raya ini?
Apakah sesulit itu untuk menemukanku?

Kamu sedang berada di galaksi apa?
Apakah jaraknya ratusan juta tahun cahaya dari galaksi ini?
Aku akan menunggumu beberapa waktu lagi.
Aku sungguh ingin tahu bagaimana rupamu.
Hanya saja sekali lagi kukatakan.
Dan bila aku boleh menanyakan.
Jika kau menempuh waktu yang sangat lama untuk bisa menemukanku,
Kamu mahluk dari galaksi mana?


                                                                                              FFK

Jumat, 07 Maret 2014

Biar Hanya Tuhan yang Tau

Kalau kamu datang, aku berjanji tidak akan bertanya
"hati mana saja yang sudah kau lewati sampai disini?"
Kalau kamu datang,
tolong jangan pergi...
Aku lelah menjaga pintu!
Kalau kamu datang,
aku tenang...
Sadgenic - Rahne Putri

Ya. Aku juga menginginkan hal seperti itu. Aku mungkin belum terlalu lelah menjaga pintu jika dibandingkan dengan orang-orang lainnya.
Hanya saja aku lelah mengharapmu.
Aku lelah mengharap kau yang aku sendiri tak tahu akan bermuara kemana perasaanku selama ini.
Biar saja tidak ada yang tahu pernah ada sebuah perasaan indah yang ku bungkus rapi dan ku hias dengan cantik di dalam peti perasaan di salah satu sudut itu.
Biar hanya Tuhan yang tahu.

Melewati Salah Satu Gerbang Kehidupan Itu

Jika melihat dunia dan kehidupannya di masa seperti sekarang,
Lagi-lagi aku berpikir, alangkah masih kanaknya aku.
Lagi-lagi aku berpikir, alangkah masih tak-tahu-apa-apa nya diriku ini.
Lagi-lagi aku berpkir, alangkah tak ada apa-apanya hadirku ini.

Aku baru saja membaca sebuah blog kenalan baruku yang kini jelas kutahu pemikirannya jelas sedewasa sikapnya, dan raut wajahnya.
Yah, cukup untuk membuat sudut mataku basah, walau hanya segenang kecil, seperti biasanya.

Lalu, aku tiba-tiba menjadi bersyukur dengan diriku sendiri meski dengan segala dosa yang masing-masing orang miliki.
Jika mengenang ke masa yang telah lalu, aku kini bersyukur.
Aku sungguh-sungguh bersyukur, aku masih tetap aku yang utuh.
Masih tetap seorang gadis yang utuh, tanpa 'lecet' dengan perilaku tak etis 'ini' dan 'itu'.
Aku bersyukur Tuhan masih memberiku kehidupan dengan orang-orang yang masih tau bagaimana seharusnya menghargai aku dan diriku sehingga mereka secara tak langsung berusaha menjauhkanku dari hal-hal seperti itu.
Aku kembali bersyukur aku tetaplah aku yang teguh pada pendirianku.
Aku bersyukur telah dituntun oleh Tuhan dan berhasil melewati salah satu gerbang yang sulit dilewati oleh kebanyakan perempuan, gadis remaja zaman sekarang.
Aku berharap dan berdoa semoga aku akan terus bertahan menjadi 'aku' yang 'utuh' hingga tiba pada ikrar suci dihadapan-Nya suatu hari nanti.

Sabtu, 22 Februari 2014

Tarian Takjim Perasaan


Mencintai dalam diam adalah seperti menari takjim sendirian di antara kabut pagi di sebuah padang rumput yang megah dan indah. Dan meski tidak tersampaikan, tidak terucapkan, demi menjaga kehormatan perasaan, kita selalu tahu itu sungguh tetap sebuah tarian cinta.

Semoga besok lusa bisa menari bersama dalam ikatan yang direstui agama, dicatat oleh negara. 

Sabtu, 15 Februari 2014

T.T

Hampir runtuh semangat!

don't ever let me down God. If You should, then please get me up higher than before, after all of this difficulty...
karena pada akhirnya, titik air itu mengintip di sudut mataku untuk sesaat, malam ini...


aku (memang) hanyalah manusia biasa. hatiku tak sekeras baja, apalagi sekokoh hati manusia-manusia pilihan.
tawaku kadang sebuah usaha untuk terus bertahan, dan senyumku kadang memudar...
maka kumohon, teruslah tuntun aku, Tuhan.

Jumat, 14 Februari 2014

Ingin

Aku bermimpi saat ku tertidur
Dalam mimpiku engkau menanyakan
Apa yang kuinginkan kini.

Ku pun bermimpi saat ku tertidur
Dalam mimpiku engkau menanyakan
Yang ingin ku lakukan kini.

Tapi lalu kuterbangun
Tanpa sempat ku menjawab
Kini kucari dirimu
‘tuk jawab pertanyaanmu semalam...

Kuhanya ingin menari denganmu
Di tengah bintang dilangit dan awan
Tanpa perlu bermimpi lagi...

Kini kutau yang kau mau
Hanya disisimu s’lalu
Bergandengan dua hati
Dan bahagia sampai akhir nanti.


Aku Bukan Pangeranmu

Dari sudut mata kulihat laju langkah kakimu, tuju dinding hati
Yang kan kau coba tembus dengan jari mimpi-mimpimu
Yg t’lah berlalu dan tak berlaku
Dan kini kau ingin orang yang dapat menjagamu selalu,
Untuk selamanya...

Aku bukan dan tak akan pernah jadi sang pangeranmu
Aku bukan dan tak akan pernah mau jadi pangeranmu

Hidup ini telah lama buat mataku terbuka, kini ku mengerti
Bahwa segala cinta yang pernah ada di hati,
Kan melemahkan dan menghancurkan
Dan kini kau ingin dengan mudahnya
Merobohkan dindingku yang berjasa…

Dipertempuran, terus melangkah...
Karna kau bukan yang ku inginkan...



Kamis, 06 Februari 2014

Ketika Bumi Mengharap Langit

Kita berasal dari tempat yang berbeda.
Aku dari bumi,
kau dari langit.
Kau mahluk langit, yang jauh tak bisa ku gapai.
Aku mahluk bumi.
Aku selalu mendongak mencarimu,
kau tak juga melihatku.
Bahkan mungkin kau tak pernah tau ada aku.
Seandainya saja kau mahluk bumi,
diantara milyaran mahluk agung perusak dunia ini,
aku pasti akan mampu mendatangimu,
untuk menegurmu,
lalu bercengkrama denganmu...
Sungguh tak pantas.
Namun kau adalah mahluk dari langit
rasanya kau begitu jauh,
seolah jarak kita sengaja dibuat terpisah jutaan tahun cahaya oleh Pemilik Semesta
untuk menjalani kehidupan masing-masing di tempat yang jauh berbeda.
Dan setelah selama ini,
bertahun-tahun ini,
lalu akan bagaimana akhirnya?
Kita berasal dari tempat yang berbeda.

Sabtu, 25 Januari 2014

Horse of Joy; Éowyn

Kalian pasti mengenal gambar di bawah ini. Ya, ini adalah gambar Éowyn, Shield Maiden of Rohan, Lady Ithilien, a daughter of the House of Eorl, dan kemenakan Raja Théoden. Dia adalah putri dari Théodwyn (saudari Théoden) dan Éomund, dan adiknya Éomer. Baru-baru ini aku menonton kembali film The Lord of The Ring: The Two Towers, sekadar untuk bernostalgia. Aku, sangat menyukai karakter ini. Mengapa?

Mungkin karena ia cantik. Bagiku, karakter Éowyn lebih cantik daripada Arwen, meskipun dia keturunan bangsa Elf. Aku juga menyukai pakaian dan gaun-gaun yang dikenakan Éowyn di film. Karakter Éowyn juga merupakan gambaran seorang putri kerajaan yang sangat pas seperti putri-putri yang ada di dalam bayanganku selama ini. Gaun-gaunnya, tatanan rambutnya yang tergerai keemasan atau dengan ikat kepala kecil yang indah, dan tentu saja sifat pemberani nya yang bersikeras ikut mengangkat pedang untuk berperang dan melakukan apa yang diinginkannya. Bagiku itu terlihat sebagai sosok perempuan yang sempurna dan istimewa.

Ada satu lagi alasan yang membuatku lebih menyukai Éowyn dibandingkan Arwen. Kisah cintanya. Ya, dia mencintai diam-diam lelaki yang tidak ditakdirkan untuknya pada awalnya. Sama sepertiku. Meskipun kemudian ia mengetahui bahwa laki-laki itu memiliki hati yang lain sejak awal, dan pada akhirnya ia pun berbahagia dengan mencintai Faramir. Sedangkan untuk akhir kisahku, aku masih tak tahu...